Rabu, 31 Maret 2010

Yusuf Safura Puisi

Mabok Buah Anggur

Kumpulan syair cinta Yusuf Safura

" Sebuah syair berawal dari rasa,

tiap kata dalam syair bermula dari detak jantung "



Kau telah memberiku dirimu




Mabok Buah Anggur








dimanakhah lembut seorang wanita

meski tak selembut bulu-bulu burung dara

dimanakah manja seorang wanita

meski tak semanja tarian bidadari

di malamku







Daftar isi

Kata Rindu

Aku Rindu

Seraut Wajah-2

Malam Tetap Malam-2

Dingin Malam

Diriku Dirimu

Kepadamu-2

Mencari Jawaban

Isak Lelaki

Setaman Bunga Rindu

Untukmu

Kepadamu-1

Doa Cinta

Taubat Cinta

Cinta

Masa Cinta

???Wanita Pujaan

Maafkanlah

Malam Tetap Malam-1

Nasib

Mimpi-1

Bunga itu..

Sesali Waktu

Bingkai Mimpi

Catatan di Akhir Januari

Sesal Harap

Seraut Wajah-1

Kata dan Nada

Sekangkir Kopi & Sebatang Rokok 3

Perreng Sakerreng

Tentang Hati

Ritual Cinta

Mendung

Satu

Kandas

Pagi yang Hilang

Kutukan Cinta

Cintaku dan Cintamu

Wajahmu

Pelabuhan Rinduku

Minggu Kelabu

Menanti Mentari Pagi

Buat Engkau

Tak Seperti Biasa

Tentang Seseorang

Rindukan Malam





SEKAPUR SIRIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrohmaanirrohim

Sangatlah fardhu bagi khalayak manusia untuk senantiasa selalu bersyukur atas limpahan segala rahmat, taufiq beserta hidayah Allah SWT. Sehingga kita dapat mengerti makna setiap helai tarik hembus nafas kita. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada sang rembulan yang memantulkan cahaya matahari, maka bersinarlah terang dalam setiap jalan kehidupan kita, terlepas dari jurang-jurang terjal yang menghalang-halangi khasanah kehidupan manusia, terbebas dari carang-carang yang dapat mencopot surban sebagai penutup aurat kehidupan manusia, dan terselamatkan dari tipu daya Iblis yang di dramakan Fir’un, Qorun, Abu Jahal, Abu Lahab beserta kaum-kaum jahiliyah lainnya, yang pasti saja cucu-cucunya masih berada di sekeliling kita semua. Maka berhati-hatilah wahai saudara-saudaraku…genggamlah kesempurnaan manusia yang telah di tuturkan Tuhan dan telah dicontohkan nabi-nabi, supaya hidup kita tidak tinggal nista.

Di antara sela-sela aktifitas yang lain pada ujungnya terciptalah antologi dari sajak-sajak berjudul “Mabok Buah Anggur” yang sengaja saya tulis dari tahun Musibah sampai pada tahun Bencana. Pada mulanya saya sempat meng-meng, tiada hasrat untuk lagi berkarya apalagi menjadikan suatu mushaf. sebab sebagian orang berpandangan sempit berkenaan dengan puisi. Puisi hanyalah imajinasi, hanyalah ilusi, alam khayal belaka, dan ataupun yang lain. Padahal puisi adalah bahasa kebenaran, bahasa kejujuran dan bahasa kenyataan.

Sebab awal dari sebuah syair adalah rasa. Alhamdulillah kini saya sadar akan ihwal itu sehingga saya dapat menemukan makna hidup di dalam makna puisi.

Sajak-sajak yang tertampung dalam antologi ini sangatlah sederhana tidak sesempurna dan serapih antologi sastrawan-sastrawan dan pujangga lainnya. Sementara saya hanyalah hendak menunaikan hasratku sendiri sebagai seorang yang mabok cinta, sebagai seorang yang mabok kata. Dan bagi saya tiada kesempurnaan dalam hidup selain menghamba pada cinta dan jiwa.

Tibalah, saya sampaikan terima kasih kepada ayahanda dan ibunda tercinta, saudara-saudara dan segenap keluarga yang membuat saya bertahan sampai hari ini. Tak terlepas untaian terima kasih saya kepada dosen sastra yang telah mencucurkan embun suci dalam mempertahankan sejatinya diri yang tak dapat terlepas dan terpisahkan dari puisi berikut demi terselesainya antologi ini, yang telah menyumbangkan petuah-petuah tentang hakekat puisi, menyaratkan pengetahuan-pengetahuan berkenaan dengan jagad puisi dan sastra. Meski itu hanya sekilas di meja kuliah atau pula di warung kopi. Tetapi saya maknai ikhwal itu sebagai mukjizat saya. Terima kasih saya pula tertuju kepada teman-teman saya yang menimbulkan air mani pikirannku terus mengalir menghidupi sel-sel kehidupanku dalam berkarya, berdiskusi, curhat-curhat tentang alam yang tak pernah berbohong, celoteh-celoteh penuh canda tawa, kadang pula maki-memaki dalam cinta seperti: Rudi, Imam, Jakfar, Haris, Azan, Rifai, Rohim, Nur, Mahfud, Zamroni, A. Yazid, Mosleh, dan kawan-kawan yang tak mungkin saya sebut satu persatu. Dari merekalah saya dapat mempertahankan diri, menemukan diri saya sendiri yang tersembunyi di antara mereka sehingga saya terbebas dari kehidupan saya sendiri. Terima kasih pula kepada anda yang telah membacanya.

Akhirnya, tiada kesempurnaan sejati dalam hidup, dalam karya sastra, dalam puisi dan ataupun yang lain. Tetapi sedikitnya, kita berhasrat dan berkehendak secara khusu’ untuk mengais-ngais segala kekurangan dan kelemahan sebagai manusia merupakan bagian dari kesempurnaan itu. Atas dasar itulah, kritik, saran, serta komentar pasti saya terima dengan legowo hati.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, Januari 2008

Penulis,

Yusuf Safura









Kata Rindu

ku tulis puisi ini

menuju hatimu

ku tulis suara

yang berbicara dalam diriku

sebagai pantulan rindu

hanya dengan kata

ku dapat menjumpaimu

bebas dari ruang dan waktu

dan mungkin kedalaman rinduku

dapat tercurahkan

hanya dengan kata

ku dapat mencium

sebutir buah anggur di pipimu

lepas dari hasrat dan nafsu

agar bahtera birahi cintaku

dapat terpuaskan

telah bertahun-tahun

seluruh diri

ku kerahkan

adakah kau mengerti

kesendirianku

adakah yang lain

dari pelampiasan rinduku

yang lebih kekal

dari sekedar kata



Malang, January 2008

By: Yusuf Safura


Aku Rindu

dari detik bertukar detik

selalu ku pelihara gelora hati

wajahmu yang cantik

selalu kubayang tak henti,

dalam riuh hidupku

wajahmu yang menarik

ku pahat di tahta hati

sebagai takdirku

hari lepas hari

kulalui hari-hariku tanpamu

serasa ada yang tersisa

dalam hidupku

serasa ada yang tertinggal dari mimpiku

seribu wajah yang kujumpai

menjelma wajahmu

seribu senyum di hadapan

aku masih mendamba senyummu

kini baru ku menyadari

aku merindukanmu


Malang, January 2008

By: Yusuf Safura


Seraut Wajah-2

wanitaku

selalu aku ingin memandang wajahmu

gemilau cahaya di matamu

serasa tak pernah bosan

aku bertukar senyum denganmu

sebutir buah anggur di pipimu

serasa tak pernah puas

aku bertukar wajah denganmu

wanitaku

jangan kau palingkan wajahmu

jangan kau sembunyikan pesonamu

jangan kau tutup sumber penerang jiwa

wanitaku

ingin sekali

aku memandang wajahmu

sekali lagi

sampai

aku menjumpai wajahmu

yang belum pernah kutemui


Malang, January 2008

By: Yusuf Safura




Malam Tetap Malam-2

malam ini semakin sayu

mataku lelah tak sampai

tubuhku yang terkulai di kasur

seperti cacing tersiram air kapur

menggelepar

lelap tidurku

hanya ada dalam angan

ubun-ubunku terus memanjang

dalam remang

yang kemudian terbentur

di langit-langit rinduku

ingin kuberlalu

dan kubawa kedalam mimpi

tiba-tiba...

terbuka lagi

sikat kenangku denganmu

yang mencacah hati

sekarang

baru ku mengerti

malamku tak bertepi


Malang, January 2008

By: Yusuf Safura





Dingin Malam

sengatan malam

mencekam dalam kalbu

desir angin kemarau

menyisir rambut ubun-ubunku

malam dingin menembus tulang

mengeruk sumsum dari hidupku

sekujur tubuhku

lalu mengigil di tekuk remang

dan ruhku melayang keangkasa cinta

saat detak jamku mulai bertukar desahmu

aku sekedar menduga

tak kan ada yang hilang

hening

sunyi

sepi

malamku meratap tanpamu

sengatan malam

menusuk dalam kalbu

desir angin kemarau

menyingkap kelambu jendela

tiba-tiba wajahmu menjelma

dan sebutir buah anggur dipipimu

mengajakku kembali tersenyum

hening

sunyi

sepi

malamku meratap tanpamu


Malang, January 2008

By: Yusuf Safura





Diriku Dirimu

masuklah seluruh dikau

kedalam diriku

jangan lagi ada dirimu

jangan pula ada diriku

cinta telah menuntun

mengembara

untuk mengerti

siapa dirimu

siapa diriku

hingga

tak

peduli

siapa dirimu

siapa diriku


Malang, January 2008

By: Yusuf Safura



Kepadamu-2

sedarilah....

seperti dahulu kala kupadamu

serupa saat pertama kumencuri

sebutir buah anggur di pipimu

wajahmu yang terus menelusup

kedalam sel cintaku

hidupku menjadi tak ingin sia-sia

kelimpahan hatiku kepadamu

masih cukup menampung

badai dari hidupku

sabar

tegar

sadar

akan ujian dari ketulusan cinta

membuat kumengerti

menjalani hidup dan kehidupan ini

ketahuilah....

nafas cintaku kepadamu

akan lebih panjang

dari tarik hembus nafas hidupku

dan seluruh diri kudayakan

semata untuk menggapai

hatimu

cintamu

senyummu

sebab, hanya itulah

jalan menuju kebahagiaan

dari hidup dan kehidupanku

Malang, January 2008

By: Yusuf Safura

Mencari Jawaban

sedetik lalu, kita masih bertukar senyum

dan sebutir buah anggur menjadi saksi

gelak tawa datang dari rawa cinta

mengisyaratkan gemercik rindu

lalu setelah bibir merah

gemetar mendesis jemu

anginpun berhenti mendesir

kita sama menerka

kata-kata telah menagih nyawa

dari pertuman ini

dalam hening sepi

ditemani lunglai tarian pucuk-pucuk bambu

kita duduk terpekur di atas sajadah cinta

tengadahkan muka ke langit lepas

mencari jawaban

dari semua ini

Malang, January 2008

By: Yusuf Safura

Isak Lelaki

disetiap pertemuan tergerai

selalu mengundang gerah hati

sesekali engkau tersenyum dibalik

riuh palung jiwamu

sesekali engkau menembang kesunyian Zulaikha

dan menimbang kesepian Majnun

aku hanya merasa disetiap hentakan nadi

tentang kesah yang bersembunyi di selampai rambutmu

lelaki tempurung batu sepertiku

hanya akan melepuh oleh belai wanita

dimanakhah lembut seorang wanita

meski tak selembut bulu-bulu burung dara

disetiap perbincangan terurai

parau suara selalu menyayat luka kembara cinta

gugusan rindu mulai retak

menjadi puing-puing kata teramat pilu

aku sekedar menyadari

lelaki angkuh sepertiku

hanya akan luluh oleh belai wanita

dimanakah manja seorang wanita

meski tak semanja tarian bidadari

di malamku

dan jangan kau tanya lagi

harapan itu masih milikku

Malang, January 2008

By: Yusuf Safura

Setaman Bunga Rindu

semenjak kau tak ingin lagi berjumpa denganku

telah kufaham bahwa kau menyukai sunyi

aku malu menatap wajahku sendiri

aku menahan rasa, cintapun bertapa berpuasa muka

dan aku rela membiarkan dikau pergi dalam sendu

akan kuciptakan taman firdaus

ditepian telaga cintaku

akupun menelusup di sela-sela bunga

setakjub kau pandang, seindah kau rasa

kemanapun dikau pergi

aku terus mengitai jejak langkahmu

lewat harum bunga

hingga selalu terlibat aku

dalam setiap desah nafasmu

dan kalau suatu saat nanti

dikau hendak menemuiku

rinduku telah nyaris membeku, sekeras batu

dengan apa kau menyentuhnya

Malang, January 2008

By: Yusuf Safura

Untukmu

Siti Afifah

ya humairoh....

kau telah memberiku dirimu

aku telah memiliki hidupmu

dalam kehidupanku

tak dapat lagi aku berpaling

tentangmu dalam diriku

dan aku dapat mencintai seluruh hidupku

sebab kau ada didalamnya

ya humairoh...

aku tau

harus bagaimana dalam hidup

jadi, apalah arti dari hidupku

selain berada di dekatmu

tanpamu hidup ini serasa tiada pantas

untuk kujalani

Malang, Oktober 2007

By: Yusuf Safura

Kepadamu-1

Untuk: Kekasih

Kepadamu, aku tuntun awan

menjadi gulungan rindu di setiap musim

yang tak terpedaya oleh endapan waktu,

tak berubah

harapannya jatuh mengental di atas daun talas

entah berapa lama ia akan bertahan

sebab, selebihnya telah tercecer disini

Kepadamu, aku panggil namaku sendiri atas namamu

bermula dari huruf “A” atau “Z” aku telah terlupa

bagai sejak engkau tau diriku rindu pada dirinya sendiri

lalu nama itu menjadi zikir dalam kepenatan hidup ini

supaya samsra hati pulih

Kepadamu, disini shahadah cintaku pula terucap berbolak balik

berpusar di dasar hati

sungguh hanya kepadamu nafas kehidupanku

Batu, Agustus 2006

By: Yusuf Safura

Doa Cinta

Untuk: Afifah

Tuhan…

kami telah mencicipi ruas-ruas kehidupan hingga di tepi samudra

jikalau ia memang tercipta untukku

bawalah ia hinggap padaku segera

satukanlah cinta dalam dekapan Mu

sebelum waktu mengambil jatahku yang bukan milikku

agar cinta itu bersemi dalam cinta Mu

Tuhan….

kami tak pernah menyalahkan Layla Majdnun

hidup di lembaran pantai kelamun

jikalau ia memang bukan tulang rusukku

binalah layaknya kasih sayangku

kemudian hanyutkanlah harapan ini dalam ombak Mu

sejauh Engkau melepas Adam dan Hawa dari pandangan syurga Mu

jangan biarkan cinta terus berandai-andai menyangkal takdir

menanti buih bertahan di pasir

Tuhan…

jikalau ialah takdirku

peliharalah kemesraan ini, bukan hanya dalam anganku

tuntunkanlah cinta atas kehendak Mu

demi tak melampaui cintanya pada Mu

Malang, September 2006

By: Yusuf Safura

Taubat Cinta

Untuk: yang lagi bersedih

wahai wanita yang bersedih hati…

sampai kapan kau mengendam pedih?

menangislah

sampai air matamu berubah menjadi racun

yang bisa kutelan…

hingga sedih tak berkuasa lagi atasmu

wahai wanita yang kecewa…

sampai kapan kau menyesali dan berkata “benci”

membencilah mencintai meski berkesal hati

hingga tersadar yang tersembunyi dalam kecewamu

adalah ketabahan dalam tulus cintamu

wahai wanita yang terluka….

teramat pilu terasa jika harus terluka

hanya mampu bercanda lewat angan

kenanglah yang tersisa

hingga kau tau alasan menanti

hadirnya kebahagiaan yang tertunda

wahai wanita yang berhati mulya…

hanya keikhlasanmu yang dapat menggapai segala harap

hingga kutemukan kesempurnaan cinta dalam maafmu

dan

aku masih mencintaimu

Malang, November 2006

By:Yusuf Safura

Cinta

Untuk: Kekasih

cinta-ku

kasih-ku
sayang-ku
rindu-ku
permata-ku

manis-ku

dewi-ku

wanitaku

bidadari-ku

permaisuri-ku

puteri-ku

belaian-ku
pujaan-ku

sanjungan-ku
dambaan-ku

harapan-ku

seperti itulah cintaku

"terinspirasi sajak Tiara berikut potongan sajaknya"

Malang, Februari 2006

By: Yusuf Safura

Masa Cinta

aku mulai berhitung lewat jemari

satu dua tiga…. dan tiba tak mengerti

lelah tak sampai-sampai

kapan aku jatuh cinta

hanya pada waktu

aku hendak bertanya

kapan aku berhenti mencintai

Malang, April 2007

By: Yusuf Safura

???Wanita Pujaan

oh hati….

akhirnya kuakui tiada daya

menyembunyikan muatanmu

ada wajah menawan laksana bidadari

siapa itu hinggap, katamu

datang melambai harap yang masih samar

menebarkan aroma syurga

wahai hati yang tak pernah berbohong

salahkah ada rasa yang terpaut

memberiku lembar kepastian di ujung jalan berbatu

hingga tak tau kepada siapa ku harus tersenyum?

oh jiwa…

kuakui tiada upaya

murtad atas segala yang ada

ada wanita sebagai pelita dalam redupmu

Siapa itu

ada beban gundah iapun tak peduli

memakimu tak bernyali

hingga kubingung membenci pada apa

oh hati…oh jiwa….

saat kututup segala keluhmu

ternyata ada rasa di dalammu

ada cinta yang mengusir naas

ada damai yang bisa kunikmati

maka dari dasar ini kuberucap

engkau masih wanita pujaan

meski berpusar dalam kebimbangan

Malang, November 2006

By:Yusuf Safura

Maafkanlah

Untuk: Kekasih

aduh kekasihku

satu demi satu hilafku masih dalam jemarimu

tak mudah bagiku mengukir kata maaf

karena aku bukanlah pujangga yang mampu meluluhkanmu

meski dengan seratus lidah sekalipun kuberucap

kalimatku mungkin tiada pula kau mengerti

terlalu berat

terlalu sulit, untukku

itukah dirimu?

…dan tak sanggup kumenyalahkanmu

memang itu salahku

salahku yang selalu ingin

mengkukuhkan kaki mimpi

hingga tak sadar apa yang kulakukan

adalah sebuah kehilafan

aduh kekasihku

ku tau hatimu masih berselimut ragu

hanyalah kejujuran sebagai tumbal

sebelum kukehilangan arah

kemana kulabuhkan cintaku

aduh kekasihku

aku tak berharap apa-apa

aku hanya ingin kau mengaji

maafkanlah…

Malang, November 2006

By: Yusuf Safura

Malam Tetap Malam-1

Untuk: Afifah

malam dingin mencekam

hanya bertutur pada kembang

badai hujan petir silih menghantam

secawan air mata menjadi taruhannya

tentang hati yang sarat tampak kosong

diteras cinta meresapi hening

menatap bintang berkejaran di atas kabut

membakar emosi memanggang luka

dan dalam sepi malam itu brisik

biarkan malam tetap malam

katanya

Malang, September 2006

By: Yusuf Safura

Nasib

jarum jamku patah

belum usai dalam samsara

mataku bergetah nanah meleleh

menyunting hati dalam duka

khayalku menggulung musim

menikam kepenatan hidup

Oo ya nasib

aku tak meminta apa-apa

selain berandai-andai dalam hampa

agar aku bisa membuka mata

hingga aku bisa mengukir tawa

Malang, September 2006

By: Yusuf Safura

Mimpi-1

sepertiga malam kurebahkan kasur

aku hendak tidur bermimpi

sebelum di tepi kubur menyepi

kepada ilahi kubertutur

mataku belum jua terpejam

segala perih terus menghujam

sembilu yang mengiris-iris hati

semakin menajam

ah…aku hanya mengejar mimpi dalam mimpi

padahal dalam nafasku berhembus mimpi

“ di langit berjuta bintang bertabur

tak ada satupun tersungkur di kasur “

kepada ilahi kubertutur

mataku belum jua terpejam

segala perih terus menghujam

sembilu yang mengiris-iris hati

semakin menajam

Malang, Oktober 2006

By:Yusuf Safura

Bunga itu..

dan semenjak itu kita baru tau

tampaknya bunga itu telah layu

percuma kita mencabutnya sehelai-sehelai

agar tangkai bebas melambai

sebab harum berbekas

dan kita masih menciumnya sia-sia

Malang, November 2006

By: Yusuf Safura

Sesali Waktu

untuk waktu yang begitu angkuh

aku mungkin meski megadu

tentang apa yang tak seharusnya

adakah sedikit dikau punya nurani

menuai semua untukku

hingga saat tiba??

lelah kini memelukku

meski bukan ulahmu

karena waktuku baru saja berlalu

Malang, April 2006

By: Yusuf Safura

Bingkai Mimpi

di malam remang-remang

lembut angin dingin

menyisir rambutku

ubun-ubun memanjang

sehelai-sehelai melayang

dalam mimpi

apa ada yang lebih sunyi

dari desah malamku

oh...malam

duduklah di pangkuanku

biar kudendangkan sebait mantra

agar kau bermimpi

sambil menunggu fajar

Malang, January 2007

By: Yusuf Safura

Catatan di Akhir Januari

setibanya hari di akhir januari

masih ada yang tertinggal

di tepian waktu yang terus memanjang

puisi-puisi masih sejak dulu kala

memintamu

mengitung pagi siang sore dan petang

apa ada bedanya

dingin rasa

embun air mata

panas amarah

senja duka

coba kau mengeja

bagaimana melepas waktu

mungkin ada hikmahnya

mencatat di harian

Malang, January 2007

By: Yusuf Safura

Sesal Harap

sehabis rintik-rintik hujan

serumpun bambu

bergoyang-goyang di hadapan

mengibas dedaunan gugur

tak cukup untuk di kenang

warna langit yang mulai kabur

mega-mega yang lenyap

dari pandangan

…dan disini

di rimbun-rimbun penantian

di depan kayu tua berlumut

sebagai tempat berteduh

bersama segumpal harap

tersisa

pasti

Malang, February 2007

By: Yusuf Safura

Seraut Wajah-1

di malam itu

kita baru saja bertemu

terlentang waktu untuk bertatapan

seulas senyum berayun-ayun

di antara wajah elok mempesona

rembulanpun bersimpuh di hadapan

memahat wajah di pelepah jiwa dan raga

seraut wajah melukis pelangi

memberi warna di malam yang kusam

menjadi penawar gelisah di ujung petang

silau matanya menembus jantung

tapi maaf

karena diantara wajah-wajah

telah ada wajah

yang melelehkan ponggah hati

dan wajah itu….

dimana kini?

Malang, Maret 2007

By: Yusuf Safura

Kata dan Nada

ku mengais kata

kususun menjadi serangkai nada

mendendangkan syair yang tulus

lewat kata-kata teramat bisu

hendak menagih waktu

yang baru saja berlalu

dan saat kau membaca syair ini

kau akan mendengar suaraku

Malang 09 April 2007

By: Yusuf Safura

Sekangkir Kopi & Sebatang Rokok 3

Untuk: yang berkesal hati

ku teguk secangkir kopiku

yang masih hangat-hangat kuku

ku hisap dalam rokokku

ku hembus perlahan

hai kawan

tak usahlah kau begitu

apa yang perlu disesali dalam hidup ini

sementara

pahit manis dalam kehidupan

telah terdapat pada secangkir kopi

hai kawan

tak usahlah kau begini

apa yang kau lakukan sia-sia dalam hidup ini

sementara

suka duka dalam kehidupan

telah terhisap dan terhembus lewat asap rokok

lekaslah ambil secangkir kopi

dan sebatang rokok

nikmatilah hidup

hidup nikmatilah

Malang April 2007

By: Yusuf Safura

Perreng Sakerreng

carang-carang mulai kaku

mengikat tiap helai batang bambu

angin kencang masih terus menggebu

satu persatu tak lagi memaku

pucuk-pucuk berayun-ayun

dahan-dahan mulai rapuh,

ada juga yang patah

daun-daun bertaburan dibilas angin

hingga

kreyek-kreyek rintih kesangsian

oh…serumpun bambu

oh…tak lagi menjadi peneduh

lelah

Malang, April 2007

By: Yusuf Safura

Tentang Hati

Untuk: K

tentang hati yang belum sempat terbaca

kemudian kita tersenyum

karena kita tak kuasa membawa

tentang sebuah hati

aku ikhlas akan adaanya

walau sadarku ini bukan untukku

ini adalah milikmu

hanyalah hati

kau akan mengerti

kemudian kau anugrahkan kekuatan bagiku

Malang Maret 2007

By: Yusuf Safura

Ritual Cinta

Duhai perempuannku…Telah sekian lama kita hidup bersama tertuntun oleh cinta, dari hari kehari dari saat ke saat, dari masa kemasa dari waktu kewaktu, jemari waktu tak kan sanggup untuk meampung jejak kenang kita.

Duhai perempuanku….memang ada saat-saat dimana kau harus bersabar untuk mengungkapkan sesuatu, sesuatu yang slalu ada didalam hatimu, sesuatu yang menjadi beban di setiap tarikan hembus nafasmu, sesuatu yang selalu mengganjal menutupi kebahagiaan itu, yang memang tercipta untukmu. Hendaklah dikau mencoba mengais-ngais hatimu sendiri, pasti ada. Sesuatu yang berpaling dari harapanmu, harapan cinta, harapan kita berdua. Entah itu keluh kesah, sesal kesal dan ataupun yang lain. Jangan terlalu lama dikau menunggu duhai perempuannku, jangan biarkan dirimu terus menanti hingga kau tak tau sampai kapan ujungnya, dan sampai kapan semua itu lekas berakhir, jangan hanya diam duhai perempuannku…cinta tak hanya diam. Cinta membutuhkan sesuatu yang mencipta sel kehidupan cinta hidup kembali, Cinta membutuhkan sesuatu yang membentuk sel kehidupan kita bangkit dan pulih kembali…kini sudah saatnya. Bicaralah tentang muatan hatimu. Meski kerap kali waktu tidak beriringan dengan segala apa yang dikehendaki.

Lihatlah pagi ini perempuanku, bening langit biru menaungi hati, matahari telah setombak bersinar cerah, bunga-bunga bangun dari kelopaknya mekar menebar wangi, burung-burung pun mulai ramah menyinyit-nyinyit menebar kabar baik, kabar baik dari keterpurukan. Akan menjadi sempurna pagi ini jika disertai selembar senyummu. Bentangkanlah dirimu membuai celoteh burung pagi, dedaunan mulai basah dari tetesan bening embun membuka mata bunga-bunga yang tertidur nyenyak, bunga itu merekah, mekar menendangkan selembar kisah tentang mimpi, sebuah mimpi yang bukan hanya ada dalam malam, sebuah mimpi yang bukan hanya hadir dalam lelap, sebuah mimpi yang bukan hanya menemani tidur mu sebab mimpi itu adalah mimpi dalam setiap hembus nafas. Tinggallah dikau mencium aroma serta segala keindahan dan pitutur tentang mimpinya, air mata telah berlalu. Jangan kau sia-sia kesempatan itu. Sadarlah duhai perempuanku kesempatan akan menjadi malapetaka jika tidak segera kita tunaikan. Malapetaka hati, malapetaka cinta, malapetaka hidup dan kehidupan ini.

Lihatlah kembali pagi ini perempuanku, jangan ada lagi kabut yang berpusar di kedua kelopak matamu, jangan lagi ada keluh kesah resah menutupi kebahagiaamu. Lukislah pelangi dengan elok pesonamu, agar aku tau semua warna-warnimu. Bukankah pelangi itu menjadi indah karena beraneka warna? Menjadi sanjungan dan kiasan-kiasan para pujangga, para sastrawan , para puitis dan ataupun yang lain. Sementara aku hanya ingin mengerti warnamu, itu saja. Duhai perempuanku jangan lagi dikau merasa sendiri, merasa tak ada yang mau ambil peduli, jangan merasa sungkan untuk saling berbagi, saat2 kau merasa sempit, saa2t kau merasa gundah, saat2 kau membutuhkan tempat untuk bercurah, tempat untuk berteduh…seringan atau sesarat apapun yang kau hadapi, seberat dan semudah apapun yang kau alami. Seandainya saja ada orang yang kamu anggap pantas untuk segala itu. Tak ingatkah dirimu tentangku, tetantang diriku? Tak ingatkah dirimu tentang seorang manusia yang telah ditaklukkan oleh sebuah senyummu, tentang seorang manusia yang telah kuasai oleh pesona paras cantikmu, Datanglah…seluruh dikau peremuanku, masuklah sepenuhnya kedalam hati, kedalam ruhku, kedalam sukmaku, kedalam semangatku, masuklah kedalam hidup dan kehidupanu. Aku ingin memandang kau tersenyum lagi, hanya itu pintaku. Telah kurebahkan diriku dengan segenap keikhlasan untukmu, aku janji aku berani...sebab itu adalah tujuan dari hidupku dan aku telah menemukan jimat kebahagiaanku dan jimat itu adalah kebersamaan yang tiada akhir, sebuah kebersamaan yang bukan hanya ditandai dengan perjumpaan, sebuah kebersamaan yang bukan hanya ditandai dengan canda tawa, senda gurau, sebuah kebersamaan yang bukan hanya ditandai dengan perbincangan2.

Duhai perempuannku, jangan salahkan segala apa yang telah usai kita lakukan jangan salahkan segala apa yang telah ku perbuat terhadapmu, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri, aku hanya ingin terbebas dari kehidupannku sendiri, aku hanya ingin menunaikan kehendakku sendiri, sekedar menjalani apa yang menurutku baik, meski terkadang mungkin tidak bagi orang lain. Begitu misteriuskah duniaku yang terkadang membuatku tersenyum? Hingga kusendiri tidak mengerti apa yang tengah mereka pikirkan. Hingga kusendiri kebingungan tentang apa yang baru saja kuperbuat? Hanya dalam buah renungku, Akankah itu laknatku yang sengaja kuundang sendiri atau akankah aku baru saja berlari mengejar rahmatku sendiri? Memang Begitu sulit untuk membedakan keduanya jika hanya dilewati dengan nalar, jika hanya dilewati dengan alam fakir, jika hanya dilewati dengan lapis2 otak kita. Harapku, semoga saja dikau tak salah mengerti, karena dengan itu, kau akan lebih mencintai atau tidak lagi.

Duhai perempuanku, Jujur, Aku tak memintamu untuk memilah dan memilih yang baik, karena pilihan tebaikmu telah ada didalam hatimu, itu pasti. Aku tidak hendak mengajakmu untuk menimbang dan membading-bandingkan khasanah kembara cinta mereka. Hanya mungkin jika suatu saat nanti dikau mengerti tujuan dari setiap pacuan langkah2 ini, mungkin kau tetap memilihku …………..itulah aku. Dan berkata tidak terhadap liku hidup mereka.

Wahai perempuanku, kadang untuk mengerti makna rindu kita harus mengorbankan sesuatu yang kita miliki, mengorbankan sesuatu yang kita pelihara dalam hati, karena itulah satu-satunya tumbal. Aku memang egois, aku memang angkuh mengutamakan segala hasrat dan kemauanku sendiri demi kebahagiaan dalam hidupku, aku tidak tau kenapa aku harus hidup, aku tidak mengerti kenapa harus hidup seperti ini. aku tidak mengerti kenapa harus menjalani hidup dan kehidupan ini. Aku tengah mencari alasan itu dalam dirimu. Mungkin saja aku baru mengerti segala itu dengan cintamu.... meski masih ada segumpal kesangsian dalam batinku, meski belum ada kepastian hidup ini akan kupersembahkan kepada siapa? Walau yakinku telah lebur dalam harapanku akan dirimu selama ini. Duhai perempannku, Oleh karna jurus pamungkas dari cinta itu adalah keyakinan, maka kukukuhkan keyakinanku terhadapmu, dalam hati, dalam diri. Percayalah duhai perempuanku, sesuatu yang pahit belum tentu racun dan sesuatu yang manis belum tentu obat penawar lara. Begitulah hidup ini tercipta. Ada senang dalam tangis, ada tangis dalam senang.

Sebab itulah perempuanku, andai engkau dihadapkan pada kebingungan hingga kau bingung dengan perasaanmu sendiri. Dikau tidak perlu grusa-grusu menyangsikan dirimu sendiri, dikau tidak perlu kasat-kusut menyalahkan dirimu sendiri, dikau tidak perlu lantas memvonis dirimu sendiri apalagi terhadap orang lain meski nyata-nyata lewat indramu ia bersalah, meski atas nalar lipatan-lipatan akalmu ia keliru…karena desekeliling indra dan akal beribu2 bahkan berjuta2 dedemit berkomat-komit, yang siap memangsamu, yang bakal mempengaruhimu, dan menguasaimu. Sementara Kecerobohan dalam menilai sesuatu, dalam memilih sesuatu, dalam memutuskan sesuatu sudah tentu adalah harapannya.Yah begitulah indra dan akal dengan segenap keterbatasannya. Maka duhai perempuanku berdayakanlah hati sebab diantara semua itu adalah lakon hati. Sebab hati adalah benteng kehidupan manusia, Sebab hati adalah tonggak dari kehidupan manusia.. Jadi, jika kau menjumpai sesatu yang diluar dirimu, diluar dari pandangamu. Berdayakanlah hati, hatilah mengenggam kewenangan sepenuhnya, bukan akal, bukan fikir, bukan ego, bukan nafsu angkara, bukan mereka itu

Menolehlah kebelakang duhai perempuannku, walau masih banyak yang tertinggal disana. Jangan pernah engkau menyesali hari itu yang dijajali dengan kebimbangan jika kau tak tau apa yang akan terjadi esok. Sebab jika kemarin hari ini, dimanakah kemarin itu? Sebab jika kemarin hari inilah esok itu…Karena jika tidak demikian, kebencian akan mudah berkuasa atas dirimu. Kebencian akan merajalela dalam dirimu. Yah Tapi benci pada apa? Benci pada siapa? Benci pada benci yang terus membenci, itu yang seharusnya kita benci. Hanyalah kesabaran dalam mengaji sesuatu yang membuat kita lapang, tegar dan sadar. Meski tajwid kita masih belum cukup bekal. Meski tajwid kita belum sempurna. Yakin akan dima’fu….dan akan menemui yang terbaik.

Duhai perempuannku, perjalanan kita masih teramatlah panjang, dari saat ke saat, dari hari kehari, dari waktu kewaktu hinnga jemari waktu taksanggup mengukur keabadaian cinta. Dari peristiwa keperistiwa, dari kejadian kekejadian bersama kita mengenali ruas-ruas kehidupan itu sehelai-sehelai, hingga setiap jengkal dari langkah kehidupan kita telah kita pahami. Tetapi belum sepenuhnya pahami. Tiada kepastian apakah diantara kita sudah sungguh saling mengerti satu sama lain, meski usai sekian lama kita bersama. Lantaran itulah, Tuhan membentangkan waktu terhadap segenap mahluknya untuk saling mengerti. Meski belum tau Entah sampai kapan? Hendaklah mengejar matahari ketimur dan jangan kemudian melemparnya kebarat seperti yg terjadi dlm kesehari-harian kita. Sebab perjalanan cinta tidak seperi siang dan malam. Perjalanan cinta adalah kekal lebih kekal dari siang dan malam. Hanya jika tidak ingin kau menyesali waktu dan atau bahkan mengutuknya. Nikmatilah hidup dan waktu. Waktu bukan untuk disesali tetapi untuk di nikmati….begitu pula sinar matahari, bulan dan bintang gemintang. Marilah bergandeng tangan untuk menggapai sinar yang akan membias dalam kehidupan kita, harus kita jemput kebahagiaan itu, Harus!

Teringatlah dikau perempuanku, rintangan dan hambatan pasti silih menghantam dalam sebuah hubungan, berikut kejenuhan dan kebosanan terhadap suatu keadaan. Suatu keadaan yang nyata-nyata sengaja dicipta ataupun yang terjadi lewat kehendaknya sendiri. Tetapi alangkah lebih bijaksana jika kita menyisihkan kehendak untuk membesar-besarkanya, lebih-lebih jika kita mencoba untuk menutupi lubang-lubang itu demi kesempurnaan hidup, demi hasanah hidp dan keidupan, demi kesempurnaan cinta. Bukankah itu yang selama ini membuat kita bertahan hidup, mungkin sampai hari ini! Hidup yang selalu menajam kepedihan jika cuma di tatap dalam satu sisi, akan tetapi tidakkah kau tau sisi-sisi yang lain yang belum kita pahami. Sebab itulah setidaknya kita tumbuhkan hasrat untuk meneropong sesuatu yang masih samar-samar, sesuatu yang tersembunyi diantara kita, barangkali kita menemukan sesuatu disana.

Duhai perempuanku, tak nyana kini engkaupun tau diriku, aku tidak setampan Yusuf, aku tidak semulia Isa, aku tidak segagah Musa, aku tidak seberani Ibrahim, aku pula tak setabah dan setegar Ayyub dalam meratapi hidup, aku tidak sesuci Jalaluddin Rumi, Engkaupun tau, aku tidak sesetia Madjnun dalam cinta. Aku tida semulya dan seagung Muhammad dalam memelihara cinta. Aku hanyalah ummat Muhammad yang hidup di zaman menjelang kiamat atau jangan-jangan sudah mulai kiamat. Yang terus berpacu mengejar rahmat, sebelum semua ini tamat

Bangkitlah, berjuanglah perempuanku melawan drama-drama kehidupan Syetan, meski Iblisnya adalah aku. Jangan terlalu dini dikau memilih kata ‘menyerah’. Aku telah lama mengenal dirimu, aku telah terlanjur membubuhi kepercayaanku terhadapmu, demi hidupku, demi mimpiku, demi harapku. Lawan dan lawanlah aku benahila diriu. Karena itulah aku memilihmu… dan aku yakin engkau bisa melawanku, aku yang angkuh, yang sombong, yang egois, yang lalim, yang kejam dan ataupun yang lain.

Bimbinglah daku duhai perempuaanku, rajutlah daku kedalam khasanah hidupmu

aku yang lalai, malas, aku yang belum sempurna bagimu. Akan tetapi bumbilah kesabaranmu dari ketidak sempurnaan itu. Yah..tapi itulah diriku tak lebih. Aku tak ingin melukiskan semuanya tentang diriku dimasa yang sangatlah terbatas ini. Kelak dikau akan megerti diriku. Tetapi sebagai manusia, aku tidak ingin terus-menerus dalam nista, dalam duka, dalam samsara, dalam kesesatan juga bisa begitu! Kesesatan dalam pandangan, kesesatan dalam menilih jalan hidup. Hanya pintaku…Lawanlah aku perempuanku. Aku hanya ingin khusnul khatimah dalam hidupkku, dalam cintaku, dalam hubungan kita. Mudah-mudahan saja tidak ada orang yang sengaja mencegal khusnul khatimah orang lain, hanya harapanku Mudah-mudahan saja tidak ada orang yang sengaja mencegal khusnul khatimah petualangan cinta kita…..Amien.

Demikian renungan dan ritual cintaku kepadamu. jika kugambarkan segalanya

ruang dan waktu yang teramatlah sempit ini tak akan pernah sangup untuk menampungnya. Jika ku uraikan semuanya. Luas samudra, luas alam semesta tak akan pernah sangup untuk menampungnya

Duhai perempuannku…

terakhir kuberucap

ku ingin selamanya

dikau

menjadi perempuannku.

Malang April 2007

By: Yusuf Safura

Mendung

ada mendung masih gemetar berarak

inikah pertanda hujan

sehelai janur kuning melambai

berbisik pada angin

hari ini tak akan turun hujan

hanya dulu aku kehujanan di sini

Malang, April 2007

By: Yusuf Safura

Satu

Umtuk: Kekasih

jangan bilang

aku adalah aku

kau adalah kau

kita satu

aku adalah kau

kau adalah aku

kita adalah satu

kita adalah angin

yang tidak bisa mereka belah

kita adalah air

yang tak bisa mereka pecah

sadar memang,

kita bukan yang S A T U

tapi pastikan,

kini kita adalah satu

Malang, Februari 2006

By: Yusuf Safura

Kandas

Untuk: kekasih

dari lereng bukit

kuucapkan salam pada cakrawala

sambil sarat memikul pesan Adam

menata langkah berharap sang rembulan bersinar

setibanya dikota

cahaya terpenggal gedung2 menjulang

hanyalah sepotong suara datang menyibak jiwaku

kau mau apa? katanya

disini tak ada emas di tong sampah

kembalilah kehabitatmu

kutersadar angin pesisir yang membawaku kemari

tapi ternyata putaran tasbihku terbalik

Malang, Februari2006

By: Yusuf Safura

Pagi yang Hilang

sepertiga malam tadi

sang fajar mulai beziarah pada sebuah tujuan yang pasti

seakan subuh bersayap malaikat kemudian terbang

hingga pagi kini masih seperti kemarin

kemanakah kicauan burung meninggalkan pesan

dimanakah nurani bunga-bunga yang beraroma

kenapa embunpun seakan letih membasahi rumput-rumput

kemanakah sang pagi

kenapa tiba-tiba tertelan siang yang naas

betapa aku harus menyesali hidup

Malang, Maret 2006

By: Yusuf Safura

Kutukan Cinta

aku tak ingin membuang-buang waktu

bertanya lagi padamu

karena jawabnya

masih terus kau cari

hanya tak nyana berupa bunyi burung

menyinyit-nyinyit di atas kepalaku

mengambarkan semua warna hatimu

terungkap sudah segala teka-teki

yang terselubung dibalik lembar kerudungmu

maafkan

terlalu salah berprasangka tentangmu

kini aku dengar dengan kuping baruku

sendiri aku masih disini

menunggu hasrat kepadamu

Malang, April 2006

By: Yusuf Safura

Cintaku dan Cintamu

hari ini sungguh menakjubkan

tak bisa kugambarkan untuk esok

kita yang searus pada ulasan Adam dan Hawa

menjamah awal ciptaan yang indah nan agung

seperti hamparan langit luas pada bumi

tentang satu rasa

esok hari sungguh kumenanti

yang bisa kita lukiskan hari ini

lewat mimpi jiwa yang tak pernah tertidur

maka, relakanlah jiwa yang megasuh

biar perjalanan menuju serambi langit akan abadi

bukanlah dari keangkuhan nafsu

Pamekasan, September 2005

By: Yusuf Safura

Wajahmu

shahabat…

wajahmu terbungkus kerudung

memoles kesempurnaan sederhana

kecantikan yang tak pernah tertutupi korden langit

yang bukan pula terlahir dari rahim surga

pesonamu memantul di jendela batinku

hingga bisa tergambar dalam putaran detik-detikku

yang tak pernah menrindukan bidadari penghuni syurga

shahabat…

wajahmu menyisihkan bulan

saat keheningan malam mulai menerka

menampak keceriaan mahluk-mahluk langit dan bumi

aku takkan memaki bulan yang iri dan dunguh itu

sementara dibalik bulan itu

ada bulan yang lebih agung

sinarnya mampu tembus

pada gumpalan-gumpalan jiwaku

Malang, September 2005

By: Yusuf Safura

Pelabuhan Rinduku

kemaren…

waktu membungkus rinduku

membius kesepian dalam kesunyian

hingga kutumpahkan

semua lapis-lapis air mani pikiranku

yang tak terbatas dari kulit-kulit malaikat

pada sebuah kertas-kertas tak berarti ini

akan tetapi maknanya ingin

kubemamkan dalam ingatan waktu

entah berapa ribu hari

waktu membebani kehidupanku dengan segala ini

meski tak pernah kusesali kehendaknya

dan tak pernah kupotong perjalanannya

dan hari ini….

hanya kekakuan yang tampak jelas dari waktu

akupun tak tau melepas semua itu

membiarkan jubahnya terbang keangkasa langit

karena aku tak mau air mani pikiranku diredakan

aku ingin ia mengalir pada induk sungai

yang memberi kehidupan jiwaku

dan mungkin kehidupan jiwa-jiwa lain

karena kerinduan bukalah hal yang hina

biarlah kerinduan tetaplah keriduan

walau terimpit waktu yang semakin sempit

Malang, September 2005

By: Yusuf Safura

Minggu Kelabu

indah malam ini

kemana hendak kutuangkan

tiada dermaga di hadapanku

keagungan suci nafas malam tinggallah doa

seperti belalang kecil menyulam jangkrik

berpesta melewati malam

kulari ke pucuk-pucuk bukit

mengintip percakapan bidadari langit,

tapi sayang samar, tak jelas

oh..bidadariku dimanakah engkau menari?

di pinggir sungai ini

aku meratap sepi sunyi, sepi dan sunyi

diam diantara khalayak ramai

sementara beribu senyummu

membuntuti kesedirianku

lewat bumbu ketidakpastian

masih saja tetap sendiri menyendiri membenci

menjamah hembusan angin malam suci

oh..bidadariku dimanakah engkau menari?

Malang, September 2005

By: Yusuf Safura

Menanti Mentari Pagi

inikah pagiku, fajar tersisih bingung menunggu terang

bintang bulan langit indah tertelan pagi naas

awan-awan hitam masih bertawaf memotong sinar mentari

pepohonan rindang lunglai tak bergairah

berlambai tersapa angin lesu

burung walet berjamaah di atas sungai

melayang-layang mengisap udara basi

masyarakat semut keluar

berbaris dari pinggir sumurnya

meraba

pagi, dimana jiwa adamu?

aku tetap menanti

Malang, September 2005

By: Yusuf Safura

Buat Engkau

buat engkau,

yang masih membungkus matahari

padahal fajar sudah tergeser

dan pagi segera datang

seribu macam sinar akan membias

meminang bunga-bunga di taman

angin mendesir

menemani tarian manja rerumputan

segala engkau merasa tak bisa

engkau tak boleh resah menjalani hidup

engkau-pun telah tiba hari ini

di tanahku yang kering terhampar bebatuan

dan engkau tampak jenuh

berjalan ke arah timur

sempurna menyapu kerikil-kerikil berserakan

yang membentangi jalanmu,

seakan angin dan topan

membimbingmu membelakangi matahari,

membelakangi kiblat cintamu

hanya menghindari panas sinarnya

kau akan tetap bersalah

menyisihkan bagian dari jiwamu

Malang, 0ktober 2005

By: Yusuf Safura

Tak Seperti Biasa

kemana harum bunga melati

yang biasa ramah menyapa

kenapa kini sumbarkan senyum kebencian

kemana indahnya langit biru

yang biasa merengkuh malam-malamku

kenapa kini jadi suram

tanpa sinar bulan dan bintang-gemintang

kemana kicauan burung pagi

yang biasa menyambut segarnya pagi

hingga kurebahkan jiwaku

berbaring diatas daun-daun basah

bicara pada bening embun

kenapa kini nasehat-nasehat burung

tak lagi bisa terdengar

kemana berkas bayangmu

yang biasa bekaskan kerinduan

kenapa kini hangus tertelan badai dan topan

kemana semua yang ada

yang tak pernah aku mengutuknya

kenapa tak seperti biasanya

hiasi hari-hariku

bergelimang keindahan

merasuk dalam sukma

Malang, April 2005

By: Yusuf Safura

Tentang Seseorang

tentang seseorang yang membawa jubahnya terbang keangkasa langit

ku tak bisa mengejarnya karena sayapku retak

walau ku ingin sekali bernaung di jubahnya

sekarang ku hanya bisa duduk riang dan kuperatikan sinar jubahnya

bersama gemerlap bintang-bintang langit

tentang seseorang yang buat jiwaku bergejolak

ku tak bisa menyentuhnya karena tanganku terlalu najis

walau ku ingin sekali menghapus nodanya

Malang, April 2005

By: Yusuf Safura

Rindukan Malam

saat malam menjemputku kedunia mimpi

kembali kutatap sang langit bertabur bintang

dan kuperhatikan wajahmu yang membeku di bulan

lewat jendela kulihat seyummu, begitu sempurna disana

suatu senyuman yang seharusnya bukan untukku

saat bulan dan bintang mulai tenggelam

kembali kucari jejaknya lewat ujung malamku hingga fajar tiba

dan tenyata malamku telah berlalu…

karena sang mentari mulai bangkit menyilaukan mata

ia campakkan malamku yang penuh arti

ohh… malam

kenapa kau pergi tertelan siang yang kejam

Malang, April 2005

By: Yusuf Safura











Tentang Penyair

Yusuf safuraYusuf Safura adalah seorang manusia yang secara kebetulan di lahirkan di desa Bindang kecamatan Pasean kabupaten Pamekasan Madura pada 4884 dan menjalani hidup yang tak perlu lagi diajari menyimpul perut (mokhel tabu'). Semenjak kecil, berjauhan dengan kedua junjungan bukanlah pilihan, orang tua terpaksa memikul rindu mengembara ke negeri seberang untuk menafkahkan (semoga Allah memberkati Amien).

Dalam mengenali masa remaja, bertapa menyelami keagamaan di Pondok Pesantren

Al-Kautsar Lawangan Daya Pamekasan sambil mengenyam pendidikan formal di MAN Jung Cang Cang Pamekasan, dari situlah air mani fikiranya tak ingin menjadi sia-sia.

Dan kini, tengah menuntaskan skripsi di FKIP UNISMA. Tanpa menyisihkan kepekaan terhadap realitas-realitas hidup yang sepertinya masih jauh dari nilai-nilai Cinta. Lantaran itulah terciptalah antologi “Mabok Buah Anggrur”, sebagai serpihan dari ungkapan kedalaman cintanya, kepada belahan jangtungnya, kepada puisi dan syair, dan kepada yang belum tertulis disini. Sekarang bertempat tinggal di Dinoyo Malang Telp. 081 333 10 4884/(0341)7658592. Dengan segala harap, semoga Tuhan menyertai cintanya. Amien!